Surabaya, Timurpos.co.id – Dampak gempa 6.0 skala richer di periran timur Tuban hingga terasa di Kota Surabaya. Salah satunya Gedung Rumah Sakit Universitas Airlangga (Unair) menjadi salah satu bangunan yang terkena dampak gempa. Di media sosial berseliweran postingan memperlihatkan ada tembok bangunan yang retak. Ada beberapa sepeda motor hancur terkena puing-puing bangunan yang ambrol. Minggu, (24/03/2024).
Saat kejadian itu terjadi seluruh pasien sempat dievakusi keluar dari gedung. Beruntung tak ada korban jiwa. Masyarakat tentu tidak ingin musibah seperti itu terulang.
Namun, setelah gempa terjadi, ternyata banyak netizen yang kemudian menyoroti kualitas gedung fasilitas pelayanan kesehatan yang beralamat di Jalan Dharmahusada Permai, Kecamatan Mulyorejo. Banyak yang mengaku heran sekelas rumah sakit bisa tidak tahan gempa. Terlebih rumah sakit tersebut tergolong bangunan baru.
“Gedung belakang kantorku. Padahal gedung depan kantorku ada gedung yang lebih tua buatan Jepang, tapi anti gempa. Ini yang baru malah rompal,” tulis @antok_risti mengomentari kondisi Rumah Sakit Unair.
Ada akun bernama @lurahjancukers memberikan tanggapan bahwa itu adalah tanda kontraktor yang membangun rumah sakit Unair bermasalah. Netizen andise1230 menimpali. “Gua juga berfikir seperti itu. Bangunan rumah sakit harusnya lebih tahan gempa ketimbang bangunan lainnya. Kalau sampai ada beton berjatuhan kayaknya perlu dipertanyakan,” tulis andise1230.
Dari dua komentar tersebut, akun @evydic ikut menanggapi. Dia menjelaskan belum tentu salah kontraktor. Menurutnya, kontraktor bekerja sesuai budget. “Nah budget anggaran yang perlu diaudit,” tulisnya.
Namun, ada juga yang menganggap itu adalah murni dampak sebuah musibah. Seperti yang ditulis @hi.shafara. “Sing tekon kualitas bangunan atau bla-bla, itu Jan gak duwe utek (tidak punya otak). Musibah, gak ono sing ngerti (gak ada yang tahu) rek nek (kalau) Gusti Allah sudah Kun Fayakan yang gak akan terjadi pasti terjadiii,” ucapnya.
Akun @darwienp membalas komentar @hi.shafara. “Utekmu sing ora kanggu,” timpalnya. Ia lalu menjelaskan bahwa negara sudah membuat regulasi standar bangunan pelayanan publik harus tahan guncangan sampai skala richter tertentu. Kalau kekuatan gempa 6.0 skala richter dan pusat gempa di ratusan kilo dari bangunan, berarti perencanaan dan pembangunan tidak sesuai aturan. Tok