Timurposjatim.com – Ranto Hensa Barlin Sidauruk terseret ke Pengadilan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Darwis dari Kejaksaan Negeri Surabaya terkait perkara Penipuan Non Perbankan yang dalam pimpinan Ketua Mejelis Hakim AFS Dewantoro di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
Dalam Sidang kali ini adalah keterangan saksi Ahli yakni Agus Widiantoro dari Universitas Airlangga.
Agus Widiantoro mengatakan, perihal perbedaan dari deposito, reksadana dan surat utang. Selain itu, Agus juga menerangkan terkait landasan hukum masing-masing pengertiannya.
“Reksadana itu produk industri pasar modal bukan produk perbankan. Jadi landasan hukumnya UU Pasar Modal. Kalau deposito itu UU Perbankan. Karena produk bank,” terang Agus saat memberikan pendapatnya di ruang Tirta 2, Senin (04/04/2022).
Lihat juga : Polisi Bergerak Memburu Aset Pelaku Investasi Bodong
Saat JPU bertanya, perihal penawaran produk keuangan non perbankan berupa obligasi dan reksadana kemudian menyamarkannya atau menyebutkan deposito, ahli menegaskan tidak bisa. “Karena non perbankan ya tidak bisa disebutkan seperti itu,” tegasnya.
Sedangkan terkait adanya unsur pidana yang ditemukan dan ada putusan pailit di perusahaan tersebut, apakah menghapus pidananya mengatakan tidak. “Dengan tegas saya katakan kepailitan tidak ada kaitannya dengan penghapusan tindak pidana,” ucapnya.
Sementara itu, pengacara terdakwa ketika menanyakan perihal pengertian kata deposito berdasarkan kamus besar bahasa Indonesia (KBBI), langsung mendapat penolakan dari ahli.
“Kalau rujukannya KBBI saya tidak berani berpendapat. Sebab, tidak masuk ke teknis Yuridis. Saya tidak berani, mohon maaf,” tandasnya.
Untuk diketahui, Ranto Hensa Barlin Sidauruk mengajak teman lamanya semasa kuliah, Salim Himawan Saputra dan Ishak Tjahyono untuk berinvestasi produk keuangan non perbankan.
Lihat juga : Ibu dan Anak Terlibat Investasi Bodong Diadili
Investasi itu berupa deposito yang bunganya lebih besar daripada bunga perbankan pada umumnya. Namun, belakangan uang yang sudah masuk dalam investasi beserta bunganya gagal bayar.
Ishak mengalami kerugian Rp 750 juta sedangkan Salim sebesar Rp 100 juta. Keduanya berinvestasi Oso Securitas dan PT Narada Kapital Indonesia.
Atas perbuatannya JPU mendakwa terdakwa dengan Pasal 378 KUHPidana Jo Pasal 65 Ayat (1) KUHPidana dengan Ancaman Maksimal 4 Tahun Penjara. (TIO)