Surabaya, Timurpos.co.id – Pengadilan Negeri (PN) Surabaya kembali menggelar sidang lanjutan perkara dugaan tindak pidana penipuan dan penggelapan dalam proyek pengiriman logistik milik PT Angkasa Pura Kargo (APK). Terdakwa dalam perkara ini adalah Thomas Bambang Jatmiko Budi Santoso, dengan total kerugian yang ditaksir mencapai Rp4,8 miliar.
Dalam sidang yang digelar pekan ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Estik Dilla Rahmawati menghadirkan Gautsil Madani, Direktur Utama PT APK, sebagai saksi. Gautsil dimintai keterangan seputar pelaksanaan pekerjaan logistik yang tidak bisa ditagihkan atas nama vendor PT Trans Milenial.
Gautsil membeberkan bahwa pekerjaan tersebut dijalankan berdasarkan tiga Surat Perintah Kerja (SPK) yang masing-masing ditandatangani pada bulan Desember 2023.
“Tim kami bekerja berdasarkan surat perintah kerja (SPK), pertama ditandatangani tanggal 2 Desember senilai Rp1,6 miliar, dilanjutkan SPK kedua dan ketiga di bulan yang sama masing-masing senilai Rp1,2 miliar,” ujar Gautsil dalam keterangannya di persidangan.
Pelaksanaan proyek, menurutnya, tidak mengalami kendala teknis. Namun masalah muncul saat pencairan pembayaran menggunakan cek.
“Cek tidak bisa dicairkan,” imbuh Gautsil.
Selain itu, saksi menyebut adanya pengakuan utang dari pihak investor Penanaman Modal Asing (PMA) kepada Thomas Bambang sebesar sekitar Rp 5 miliar.
Sementara itu, kuasa hukum terdakwa Thomas, Nugraha Setiawan, menegaskan bahwa kliennya tidak menggelapkan dana sebagaimana didakwakan. Ia menyebut proyek logistik tersebut memang benar-benar dilaksanakan, dan pihaknya akan menghadirkan bukti-bukti konkret.
“Kami akan menunjukkan bahwa proyek itu benar-benar ada dan sudah diselesaikan. Yang satu memang belum dikerjakan karena batas waktu sudah habis. Namun menurut keterangan klien kami, proyek tersebut sudah diselesaikan sendiri oleh pak Thomas,” jelas Nugraha.
Ia juga menyinggung soal kejanggalan dalam sistem pembayaran dan aliran dana proyek yang justru mengalir ke perusahaan yang tidak hadir dalam proses sidang.
“Harus ditelusuri, kenapa dana Angkasa Pura Kargo justru mengalir ke PT ISL, bukan ke PT Trans Milenial, PT PMS, ataupun langsung ke Thomas. Keterangan saksi hanya berdasarkan audit dan keterangan kepolisian. Seharusnya ini didalami secara detail,” kritiknya.
Nugraha juga mempertanyakan absennya pihak-pihak penting dalam sidang, termasuk PT ISL yang disebut menerima dana proyek. Ia menyoroti lemahnya pengawasan dari pihak manajemen APK, khususnya peran Direktur Utama.
“Masa Direktur Utama tidak tahu vendor-vendor yang digunakan perusahaannya? Harusnya ada cek dan ricek dari pimpinan terhadap kerja anak buah, bukan hanya duduk di kursi dan menerima laporan,” tandasnya. TOK