Foto: Suasana Sidang pembacaan surat tuntutan di PN Surabaya
Surabaya, Timurpos.co.id – Ivan Sugiamto, warga Kalijudan Surabaya, terbukti bersalah melakuan perundungan dituntut dengan Pidana penjara selama 10 bulan dan denda 5 juta subsider 1 bulan penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ida Bagus Putu Widnyana dan Galih Riana Putra Intarana dari Kejaksaan Negeri Surabaya terbukti melakukan perundungan terhadap siawa dan guru SMK Glori 2 Surabaya.
Sebelum melakukan penuntutan ada pertimbangan yakni hal yang meringankan dan hal yang memberatkan. Hal yang memberatkan bahwa terdakwa mencitdrai keafilan pada anak. Mengakibatkan pada anak korban Exsel mengalami kecemasan atau deprsi dan normatif falam aktifitas sehari-hari. trrdakwa bertentangan dengan norma-norma hukum dan norma-norma agama, dan norma asusilaan yang hidup di masyarakat.
Hal yang meringankan bahwa terdakwa bersikap sopan di persidangan dan terdaka berterus terang, mengakui kesalahannya dan menyesali perbuatannya. Bahwa terdakwa baru pertama kali melakukan tindak pidana.
Menyatakan, terdakwa Ivan Sugianto terbukti bersalah tindak pidana menetapkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan atau ikut serta melakukan kekerasan kepada anak sebagaimana diatur dengan Pasal 80 ayat 1 jo Pasal 76 C Undang-undang RI Nomor 17 tahun 2016 tentang Perlindungan Anak.
โMenuntut terdakwa Ivan Sugianto dengan pidana selama 10 bulan dan denda Rp 5 juta dengan subsider 1 bulan penjara dan dikurangi selama terdakwa berada di tahanan dan tetap ditahan,โkata Ida Bagus di ruang Kartika 2 Pengadilan Negeri (PN) PN) Surabaya, Rabu,(19/03/2025).
Menurutnya, sebelum melakukan tuntutan melihat atau berdasarkan fakta-fakta yang memang terjadi di persidangan melihat seperti apa fakta-fakta yang sudah prosesnya di persidangan. Selain memperhatikan fakta-fakta persidangan juga sudah berdasarkan beberapa hal yang menjadi pertimbangan penting hal-hal yang memberatkan dan hal-hal yang meringankan.
Tuntutan JPU Ida Bagus dan Galih menuai sorotan dan perbicangan awak media yang biasa ngepos di PN Surabaya. Mereka berpendapat tuntutan dari Jaksa Penuntut terlalu ringan. Ini perkara perundungan terhadap anak dan seorang tenaga pendidik (Guru) yang dilakukan terdakwa di lingkungan sekolah.
Harusnya JPU memberikan tuntutan maksimal, karena perbuatan terdakwa sudah merasahkan masyakat, bahkan sempat heboh di dunia maya, kalau terdakwa kenal dengan para pejabat-pejabat mulai dari Penagak Hukum (Polisi, TNI) sampai anggota DPR RI.
Hal sama yang diungkapkan oleh Subakri. S.Pd salah satu anggota dari Aliansi Masyarakat Peduli Keadlian (AMPEK) yang menyebutkan bahwa, tuntutan dari JPU terlalu ringan. Ini preseden buruk dari sistem peradilan.
“Saya berharap natinya Majelis Hakim yang menangani perkara ini, bisa memberikan putusan yang seadil-adilnya dengan memberikan putusan maximal. Karena kota Surabaya sudah mendapatkan predikat kota Ramah Anak.” Harapnya.
Pada dasarnya, tindak pidana bullying atau perundungan anak diatur dalam Pasal 76C UU 35/2014 yang berbunyi sebagai berikut:
Setiap Orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan Kekerasan terhadap Anak.
Dari bunyi Pasal 76C UU 35/2014, yang dimaksud dengan โsetiap orangโ adalah orang perseorangan atau korporasi. Sedangkan arti โanakโ adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.
Selanjutnya, jika larangan melakukan kekerasan terhadap anak dalam Pasal 76C UU 35/2014 dilanggar, pelaku bisa dijerat Pasal 80 UU 35/2014, yaitu:
Setiap orang yang melanggar ketentuan Pasal 76C UU 35/2014, dipidana penjara paling lama 3 tahun 6 bulan dan/atau denda paling banyak Rp72 juta.
Apabila anak mengalami luka berat, maka pelaku dipidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp100 juta.
Apabila anak meninggal dunia, maka pelaku dipidana penjara paling lama 15 tahun dan/atau denda paling banyak Rp3 miliar.
Pidana ditambah sepertiga dari ketentuan pada ayat (1), (2), dan (3) apabila yang melakukan penganiayaan tersebut orang tuanya. TOK