Surabaya, Timurpos.c.id – Memperingati hari air sedunia 2024, ECOTON, River Warriors, dan Ekspedisi Sungai Nusantara merilis sebuah film dokumenter yang berjudul “Behind the Sachet”, ancaman serius di balik sachet yang praktis yang mencemari lingkungan dan kesehatan manusia. Acara nonton bareng ini sekaligus launching AEscape Library yang dihadiri oleh komunitas Wadulinnk, Kampung SIBA Klasik, Sekolah Perempuan Gresik, Pattiro Gresik, TPS3R Wringinanom, Postdoctoral universitas mahasiswa Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya, ilmu kelautan Universitas islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, dan Mahasiswa Universitas Airlangga.
Film dokumenter ini menyoroti bahwa Sachet merupakan salah satu penyumbang terbesar dari sampah plastik. Jutaan sachet plastik yang terbuang setiap hari menjadi fokus utama, menghasilkan tumpukan sampah yang mengancam sungai-sungai dan kesehatan manusia. Selain itu melalui perjalanan Ekspedisi Sungai Nusantara, para peneliti dan aktivis lingkungan menemukan sungai-sungai di Indonesia yang penuh dengan sampah sachet.
BACA JUGA
Gubernur Jawa Barat Di Gugat ECOTON Akibat Kelalaian Dalam Penanganan 4 Aliran Sungai
Pak Prigi, salah satu tokoh ekspedisi sungai menjelaskan pengalamannya, ketika melakukan ekspedisi sungai, di donggala yang terkenal bersih dari sampah plastik pun sekarang sudah banyak sampahnya, banyak sampah plastik, dan sampah plastik ini mencemari perairan di lingkungan tersebut.”kami menemukan sampah sachet mencemari 68 sungai strategis nasional di indonesia dan terbukti terkontaminasi mikroplastik.”
“Behind The Sachet” Film ini mengajak penonton untuk mempertimbangkan peran masyarakat, produsen, dan pemerintah dalam menghadapi ancaman sachet, sambil menyuarakan perlunya perubahan kebijakan dan perilaku untuk mencapai solusi yang berkelanjutan.
Alaika Rahmatullah selaku tim brand audit menyampaikan hasil brand audit yang dilakukan selama bulan Agustus 2022 hingga oktober 2023. “ECOTON menemukan 29.427 pcs sampah plastik dan berhasil mengidentifikasi 5 top polluter produsen yang mencemari sampah sachetnya ke sungai yaitu Wings 28%, Unilever 26.5%, Indofood 18%, Forissa 14%, dan Mayora 12%.”
Setelah menonton film dokumenter “Behind The Sachet” ini, Aeshnina captain riverwarriors mengajak untuk beralih menggunakan wadah guna ulang dan belanja di refill store.
“Sampah-sampah di sungai kebanyakan adalah sampah plastik sachet, seringkali saya menemukan sampah tahun 90 an yg masih utuh di lingkungan, ini adalah fakta bahwa manusia mati meninggalkan sampah. Anak-anak indonesia memiliki hak untuk main di sungai yg bersih tanpa sampah. Tapi nyatanya sekarang anak-anak di indonesia menikmati sungai yang kotor banyak sampahnya dan bahkan mengancam kesehatan kita. Mulai sekarang kita wajib beralih dari sachet ke sistem refill.”
Untuk melawan sachet yang sampahnya sudah mencemari lingkungan bahkan sungai, Komunitas wadulink sumengko, Kampung SIBA Klasik, dan Sekolah Perempuan Gresik sudah membuka toko refill sebagai upaya mengurangi penggunaan sachet. Lilik selaku koordinator sekolah perempuan juga berpendapat untuk beralih menggunakan sistem refill.
“Kami mengajak masyarakat untuk mengurangi sachet, untuk itu kami mulai dengan membuka toko refill yang menjual produk sabun dan produk personal care untuk mengajak masyarakat mengurangi penggunaan sachet. Awalnya memang tidak mudah, akan tetapi kami tetap berusaha dan berupaya agar masyarakat bisa beralih di toko refill dan membawa wadah sendiri dari rumah.” Lanjut lilik
Setelah adanya film dokumenter yang sangat membuka pandangan terhadap ancaman serius dibalik sachet yang praktis, harapannya semua pihak dari masyarakat, produsen, dan pemerintah bisa melakukan perubahan mulai dari menggunakan kemasan yang ramah lingkungan hinggga menggunakan sistem refill dan reuse. Tahun 2030 nanti tidak akan ada lagi sachet. Setiap produsen yg menghasilkan sachet harus bertanggung jawab atas sampahnya terutama dalam penerapan Peraturan Kementerian KLHK no.75 tahun 2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh produsen. TOK