Surabaya Timurpos.co.id – Jelang putusan perkara gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) yang diajukan oleh Tan Tan Lidyawati Gunawan menggugat menantu dan cucunya sendiri Ng. Winaju, Amelia Agatha Gunawan, dan Figo Fernando Gunawan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, dengan dalil bahwa pengugat telah menitipkan sejumlah barang, termasuk sertifikat, uang, dan satu unit mobil, kepada mereka (Tergugat).
Namun, menurut tim kuasa hukum Para Tergugat, tidak satu pun bukti otentik, yang secara jelas menunjukkan telah terjadi penyerahan atau penitipan barang-barang sebagaimana didalilkan oleh Penggugat. Padahal, menurut Pasal 1697 KUHPerdata, penitipan merupakan perjanjian riil yang baru dianggap sah bila benar-benar ada penyerahan fisik atas objek yang dititipkan.
Ini bukan soal emosional, ini soal hukum. Dalam hukum perdata, tak cukup hanya klaim. Harus dibuktikan secara konkret bahwa objek telah diserahkan, karena perjanjian penitipan adalah perjanjian riil, bukan konsensuil,” ujar pengacara Para Tergugat, Xavier Nugraha, S.H., sembari mengutip pendapat ahli Dr. Dr. Lintang Yudhantaka, S.H., M.H. yang telah dihadirkan dalam persidangan.
Sementara itu, salah satu tergugat, Ng. Winaju, mengaku terkejut dan merasa gugatan ini tidak mencerminkan kehendak sebenarnya dari ibu mertuanya. Ia bahkan menduga ada intervensi pihak ketiga yang memengaruhi gugatan tersebut. “Saya percaya mama mertua saya tidak sepenuhnya memahami gugatan ini. Bahkan saat saya tanyakan langsung, seingat saya beliau sempat bilang akan meminta anak-anaknya mencabut gugatan,” jelasnya.
Perlu diperhatikan bahwa sempat menghebohkan publik adalah Putusan Nomor 454/Pid.B/2024/PN Sby yang membebaskan terdakwa Gregorius Ronald Tannur, meskipun perbuatannya diduga menyebabkan hilangnya nyawa seseorang secara terang dan nyata. Untungnya, Majelis Hakim Mahkamah Agung dalam perkara register Nomor 1466 K/Pid/2024 mengoreksi putusan tersebut, dan mengembalikan kepercayaan publik bahwa sistem hukum masih berpihak pada korban bila dikawal secara cermat.
Menjelang putusan, masyarakat hukum pun berharap agar Majelis Hakim PN Surabaya bersikap obyektif, mempertimbangkan seluruh aspek hukum dan fakta secara menyeluruh, serta tidak kembali mengeluarkan putusan yang mencederai rasa keadilan, seperti yang sempat terjadi di perkara Ronald Tannur.
Putusan yang tidak berdasar bukti kuat tidak hanya merugikan pihak tergugat, tetapi juga memperlemah kepercayaan publik terhadap sistem peradilan.
Sudah saatnya PN Surabaya menghindari label sebagai “penghasil putusan unik” yang menyimpan makna negatif. Ketika hukum sudah jelas, maka keadilan harus ditegakkan tanpa kompromi.
Untuk diketahui dalam petitum penggugat pada intinya meminta kepada Majelis Hakim menyatakan sah dan berharga sita Jaminan (conservatoir beslag) yang telah diletakkan. Menyatakan Para Tergugat telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum
Menyatakan Penggugat telah menitipkan kepada almarhum Hengky Gunawan semasa hidupnya, berupa Sertipikat hak atas tanah untuk rumah di Jalan Sidodadi VIII/70 Surabaya, yaitu Sertipikat Hak Milik No. 812/Kel. Sidodadi, Surat ukur Tgl. 22-11-2001, No. 71/Sidodadi/2001, Luas 221 M2, atas nama TAN LIDYAWATI GUNAWAN. Sertipikat hak atas tanah untuk rumah di Jalan Sidodadi VIII/72 , 76, 78 Surabaya, uang Rp 3,3 miliar, uang 50.000 Dolar US dan sisa uang penjualan Gudang di Jalan Sidodadi 90 Surabaya sebesar Rp 790,9 juta serta satu unit mobil Daihatsu Sirion TOK